Alasan Neni Herlina Dipecat Sepihak,Ternyata Terkait Istri Mendikti Saintek Satryo Brodjonegoro

  • Whatsapp

Departemen Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) menjadi perhatian umum pada Senin (20/1/2025) siang.

Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kemendikbudristek di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Dengan mengenakan pakaian hitam, para pekerja bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Saintek) Kementerian menyerahkan spanduk protes yang menandakan bahwa mereka bukanlah pekerja pribadi Profesor Satryo dan istrinya.

Kepala Paguyuban Pegawai Kemendikti Saintek, Suwitno mengungkapkan permasalahan yang saat ini tengah dihadapi oleh Kemendikti Saintek.

Ia mengatakan, masalah dalam Kementerian Dikti Saintek tidak baru saja terjadi, tetapi sebenarnya telah dimulai sejak adanya pergantian pejabat baru setelah Prof.

Satryo diangkat sebagai Mendikti Saintek oleh Presiden Prabowo Subianto.

Pergantian jabatan itu, kata Suwitno, dilakukan dengan cara yang tidak mondar-mandir atau adil.

“Tapi dengan metode-metode yang kurang elok, cara-cara yang tidak adil, metode-metode juga tidak sesuai prosedur,” ujar Suwitno di Kantor Kemendikti Vokasi, Jakarta, Senin (20/01/2025), diutip Kompas.

“Ya, hal itu juga memang sebenarnya terjadi beberapa ketua di unit pelayanan yang lama dan juga salah seorang direktur di lingkungan Direktorat Jenderal yang tidak dipertanggungjawabkan secara adil,” lanjutnya.

Lalu, permasalahannya semakin rumit setelah seorang pegawai aparatur sipil negara (ASN), yaitu Neni Herlina, mengklaim dirinya dipecat sepihak oleh Prof. Satryo, sehingga menyebabkan para pegawai melakukan unjuk rasa.


Alasan Neni Dipecat Sepihak

Neni, menurut Suwitno, bertugas menangani semua urusan rumah tangga Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Tetapi, karena terjadinya kesalahpahaman dalam menjalankan tugas, Neni tiba-tiba dipecat oleh Profesor Satryo.

“Jika pejabat melakukan kesalahan, itu dapat ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi pembinaan,” ujar dia.

Tapi harus jelas prosedurnya, ini tidak dilakukan sama sekali. Bahkan tinggal mengusir dan meminta diberhentikan katanya, bahkan mengajak memanfaatkan.

Oleh karena itu, Paguyuban Pegawai Kemendikti Saintek melakukan aksi ini untuk menunjukkan perasaan, serta menunjukkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa menteri yang telah dilantik bertindak sewenang-wenang.

“Terutama adalah kepada pejabat atau kepada Bapak Presiden yang sebenarnya mengangkat dan menunjuk beliau sebagai Menteri itu,” tambahnya.

Baiklah, kalau sudah seperti itu, apakah hal itu akan dilanjutkan atau tidak? Dia adalah pejabat yang patut menjadi contoh, terutama di lembaga pendidikan tinggi.

Sementara itu, Neni Herlina menganggap pengangkatannya sangat tidak adil dan sepihak serta dilakukan dengan tidak manusiawi.

Neni mengatakan, permasalahan antara dia dan Prof. Satryo dimulai dari meja yang harus diletakkan di ruang kerja Prof. Satryo, yang ternyata tidak disetujui istri Prof. Satryo.

“Ibu waktu itu meminta untuk gantikan mejanya itu. Karena waktu saya ke kantor, selesai pelantikan barulah saya krn di bilang, kata sekretaris yang sekarang sudah dipecat itu lumayan seperti itu,” kata Neni.

Saya belum tahu apa-apa, supaya besoknya hanya dipanggil begitu saja. Mereka langsung memarahiku.

Neni juga merasa khawatir dan bingung bagaimana ia harus bersikap di kantor apakah harus ke kantor atau tidak.

“Tidak ada surat perintahnya juga. Maksudnya hanya berlebihan saja di hadapan calon magang, di hadapan staf-staf saya, beginilah,” pungkas Neni.

Kompas.com telah menghubungi Ditjen Pendidikan Tinggi, tetapi hingga berita ini ditayangkan, Ditjen Pendidikan Tinggi belum memberikan keterangan.


Satryo Soemantri Brodjonegoro, adalah seorang akademisi terkemuka Indonesia yang merupakan seorang Insinyur Muda Handal (IME), spesialis perencanaan kota, dan mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia lahir pada tanggal 18 Juli 1970 di Jakarta, Indonesia.

Menurut Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satryo Soemantri Brodjonegoro lahir di Delft, Belanda pada 5 Januari 1956.

Ia adalah lulusan Ph.D di bidang teknik mesin dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS), pada tahun 1985.

Setelah itu, Satryo Soemantri Brodjonegoro menjadi dosen Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung yang bernama ITB.

Pada tahun 1992, Satryo ditunjuk menjadi Ketua Jurusan Teknik Mesin ITB ketika memulai implementasi proses evaluasi diri (self evaluation) di jurusan tersebut.

Baru-baru ini, proses ini telah diadopsi oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Di bawah pimpinannya, penataan pendidikan tinggi Indonesia dimulai pada Desember 2000 saat institusi pendidikan tinggi yang besar berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Di dunia pendidikan Indonesia, nama Satryo Soemantri Brodjonegoro adalah nama yang tidak dikenal hanya di tempat terpencil.

Dalam periode pengabdiannya di dunia pendidikan Indonesia, Satryo telah menghadapi berbagai masalah dan rintangan dalam usahanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Satryo Soemantri Brodjonegoro telah membuat kontribusi yang sangat berarti bagi pendidikan Indonesia.

Pada masa kepemimpinannya, Satryo menghadapi banyak tantangan di bidang pendidikan.

Berbagai macam masalah dalam dunia pendidikan Indonesia terus sedang menguji kekuatan dan perjuangan Satryo dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia.

Salah satu ujian terberat yang dihadapi oleh Satryo adalah kualitas kompetensi lulusan perguruan tinggi dalam dunia kerja, yang menilai lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak terlalu kompeten.

Hal ini diperburuk karena banyak anak muda Indonesia yang belajar di luar negeri dan bahkan bahkan mengkhawatirkan masa depan di luar negeri juga.

Situasinya membuat kualitas sumber daya manusia dari sudut pandang internasional juga tidak sepertiga istilah itu.

Banyak negara menilai bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia di bawah rata-rata.

Bahkan generasi muda Indonesia sendiri mengabaikan negaranya.

Mereka lebih memilih bekerja bagi pihak lain karena mereka percaya negara lain lebih menghargaikan kemampuan mereka dengan pembayaran yang lebih tinggi.

Hal ini lah yang coba diperbaiki oleh Satryo sebagai Direktur Jenderal Bidang Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Indonesia.

Di sisi lain dari berbagai permasalahan yang muncul selama masa kepemimpinannya sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Satryo tidak berhenti berkontribusi.

Ia bergabung dengan tim Japan International Cooperation Agency (JICA) dalam perencanaan Gedung Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin di Gowa.

Saat ini, beliau adalah Ketua AIPI masa jabatan 2018-2023 dan juga Anggota Komite Bidang Teknik pada Majelis Ilmiah Indonesia.


Penghargaan

  • Medali Ganesha Bakti Cendekia Utama dari ITB (Maret 2010)
  • Bintang tanda jasa Orde Bintang Sang Nyai untuk Layang-nyai (3 November 2016) (didapatkan dari “The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon from the Embassy of Japan to Indonesia”)


Riwayat pekerjaan:

  • Kepala Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB)
  • Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
  • Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (1999-2007)
  • Anggota tim Jepang Inteleensi Kerjasama (JICA) untuk P fingertips Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
  • Pengajar tamu bidang teknologi mesin Universitas Teknologi Toyohashi, Jepang
  • Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB)
  • Ketua sekaligus anggota Komisi Bidang Ilmu Teknologi di Institusi Ilmu Pengetahuan Indonesia
  • Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Indonesia.

Related posts