Kronologi Penemuan Ikan Purba Coelacanth di Sulawesi, Panjang 1.2 Meter

  • Whatsapp

Seekor ikan purba Coelacanth ditemukan di Pantai Atinggola, laut Sulawesi, tepatnya di Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, pada tanggal 15 Januari 2023.

Sebuah ikan yang memiliki berat sekitar 40 kilogram, panjang total 127 sentimeter, dan tinggi 41 sentimeter ditemukan oleh nelayan bernama Kaluku (53 tahun).

Penemuan ikan purba itu menjadi viral di media sosial Facebook.

Ditemukan Informasi tersebut, Ketua International Coelacanth Research Center and Marine Museum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Profesor Alex Masengi, bersama Tim Peneliti Coelacanth Unsrat langsung menuju ke lokasi penemuan.

Setelah tiba di lokasi, tim melakukan wawancara dengan Kaluku, orang yang pertama kali menemukan ikan tersebut.

Menurut Pak Masegi, awalnya Kaluku mengira ikan itu adalah kura-kura karena ikan tersebut memiliki kaki dan bergerak di atas permukaan air saat ia sedang memancing seorang diri sekitar pukul 16.00 waktu Kalimantan Tengah.

“Mempertimbangkan itu, ‘Empat kali ikan itu mendatangi saya dan saya lihat dia melekat pada rumput laut. Saya bingung karena tidak tahu apakah itu ikan apa, karena baru kali ini melihat ikan seperti itu,’ kata Prof Masengi mengutip pernyataan Kaluku saat dihubungi via telepon, Rabu (22/1/2025).

Kemudian Kaluku memutuskan untuk menarik ikan tersebut ke atas perahu menggunakan “ganco” (alat pancing), walaupun sangat sulit karena berat dan ukurannya yang besar.

Ia kembali ke pinggir pantai dan memberitahu keluarganya tentang penemuan ikan yang tidak biasa tersebut.

Karena ingin membawa ikan itu pulang, Kaluku meminta pertolongan temannya, Andika Dudepo (27), agar dapat membantunya.

Meskipun dirinya tidak bisa berbicara, Andika terbukti cekatan dan sangat membantu.

Dalam kondisi ikan yang masih hidup, mereka mengambil ikan tersebut dengan tali yang diikat pada penutup insang (operculum) dan membawanya ke tepi pantai, sebelum diangkut pulang dengan menggunakan motor.

Ikan purba itu masih menunjukkan keaktifan saat dibawa pulang, sekitar pukul 17.00 Wita, menjelaskan bahwa ikan tersebut masih hidup mengelilingi satu jam setelah diambil dari air.

“Siapa tahu ikan itu bisa dilindungi seumur hidup, tetapi ketika diangkat ke atas perahu menggunakan ganco ini mengakibatkan luka pada bagian dekat rahang dan mempercepat proses kematian pada ikan,” kata Pak Masengi.

Dia juga menjelaskan bahwa perbedaan suhu antara tempat hidup ikan Coelacanth yang biasanya berada pada kisaran 14°C – 18°C menyebabkan perbedaan ini juga dipengaruhi oleh kondisi di daratan.

Profesor Masengi mengatakan bahwa penemuan ini sangat mengejutkan, karena biasanya ikan purba seperti itu ditangkap oleh nelayan secara tidak sengaja.

“Waktu ini menjadi pertanyaan besar dan layak dipertanyakan kenapa dan mengapa, karena ikan ini diketahui hidup di kedalaman 150 sampai 500 meter,” ujarnya.

Presensi ikan ini sangat membantu tim peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat, karena ikan tersebut menjadi spesimen ke-9 yang ditemukan di Indonesia.

“Sampai kini, delapan spesimen yang tertangkap secara tidak sengaja di Laut Indonesia sudah terdaftar di Coelacanth Conservation Council (CCC), serta kami telah memasukkan nama ikan purba ini ke dalam daftar resmi,” kata Prof Masengi.

Selanjutnya, Prof Masengi mengungkapkan bahwa ikan purba Coelacanth ini diperkirakan dalam keadaan hamil.

“Pertama kali kami tiba di lokasi bersama tim peneliti, kami melihat seekor ikan besar dengan perutnya yang besar, kami menebak ikan ini sedang mengandung,” ujarnya.

Ia melakukan telekonferensi video dengan peneliti Coelacanth dari Afrika Selatan dan negara lainnya yang membenarkan dugaan tersebut.

Untuk mempertahankan kesegaran spesimen yang sangat penting untuk penelitian yang lebih lanjut, tim bekerja sama untuk menyimpan spesimen di gudang suhu rendah yang dimiliki oleh perusahaan ikan Tuna bersama dengan seorang pengusaha perikanan Jepang.

“Mereka menyambut baik firma penyimpanan ikan purba ini pada suhu -80 derajat Celcius,” kata Prof. Masengi.

Beberapa peneliti dari berbagai universitas juga telah bekerja sama untuk berpartisipasi dalam penelitian ini melakukan penyajian, termasuk Prof Trine Talei (Unsrat), IOCAS; Kanazawa University; Tokyo University of Marine Science and Technology; dan TBRC Ryukyu University.

Peneliti dari Banda Aceh juga menghubungi untuk bergabung dalam penelitian ini, menunjukkan sambutan luas terhadap penemuan langka ini.

Related posts