Petani Lokal di Palangka Raya Siap Terlibat di Program Makan Bergizi Gratis

  • Whatsapp

Telah menunjang program tandingan cita Presiden RI dalam bidang ketahanan pangan, minimal setiap warga mempunyai petak pribadi yang boleh disemaikan sayur maupun buah. Cara menanamnya pun bermacam pula. Menanam dengan cara biasa maupun hidroponik.

Potensi panen larutan hidroponik dinilai lebih tinggi nilai jualnya. Seperti petani hidroponik muda, Dwi Hadi Wibowo yang menjalaninya dalam trik terebih dahulu.

Hadi mengatakan, jika pada masa panen, dia bisa menjual ratusan bungkusnya.

“Sebulan, selada yang terjual bisa mencapai 2.000-3.000 bungkus. Sementara itu, pakcoi lebih sedikit, sekitar 500 bungkus terjual dalam sebulan,” katanya waktu itu saat ditembak jamuan di rumahnya, Jalan Hiu Putih XXIV, Kota Palangka Raya, Minggu (26/1/2025).

Pada setiap tanaman akan mengalami masa panen yang berbeda. Hal tersebut tergantung pada jenis tanaman yang ditanam. Saat ini Dwi lebih banyak memelihara buncis, selada, dan daun bawang. Untuk tanaman buncis, dari benih hingga panen biasanya membutuhkan waktu selama 35-45 hari.

Selanjutnya, daun selada membutuhkan waktu sekitar 40-50 hari. Begitu juga dengan cabe rawit, dia membutuhkan satu setengah hingga dua bulan untuk dipanen. Sedangkan daun seledri ditunggu sekitar dua hingga tiga bulan.

“Ya paling sering kami tanam selada, karena permintaan banyak seperti itu,” kata suami Arni Alvianah itu.

Biasanya, ia menyuplai hasil panen ke beberapa tempat. Seperti pasar tradisional, pasar modern, kedai kopi, dan jualan dimasak beku.

Seseorang yang memiliki latar belakang perguruan tinggi jurusan pertanian itu memang memiliki kebiasaan melakukan kegiatan bercocok tanam. Dia mulai mengembangkannya sejak dia terlibat dalam praktek belajar mengajar baik di kampus maupun di luar kampus. Dia juga melihat adanya kesempatan besar untuk memulai bisnis menanam dengan menggunakan sistem hidroponik.

“Aku melihatnya lebih ke efisiensi tenaga kerja, kemudian pasar dari hasil tanam hidroponik dengan tanam konvensional itu perbandingan harga cukup jauh,” katanya.

Tantangan dalam berkebun adalah faktor cuaca. Perawatan tanaman selama musim hujan dan musim kemarau sedikit berbeda. Ketika musim hujan, petani harus memeriksa lebih sering nutrisi per part per million (PPM).

Bahan kelarutan (PPM) digunakan untuk mengatur nutrisi yang disediakan pada tanaman hidroponik. Pengukuran PPM yang tepat dapat memastikan tanaman tumbuh sehat dan maju dengan baik.

Dampak musim hujan adalah tanaman yang rentan terkena serangan hama. Oleh karena itu, petani memerlukan ketepatan dan kerap memeriksa tanaman. “Jadi harus lebih berhati-hati dalam mengamati kondisi tanaman,” katanya.

Mengenai rencana pemerintah untuk bekerja sama dengan pelaku UKM dan UMKM dalam menyukseskan program MBG, Hadi mengatakan belum menerima ajakan kerja sama. Namun ia sangat bersedia jika ada tawaran untuk itu.

“Jika bisa membantu program pemerintah, mengapa tidak. Kami juga mendapatkan informasi bahwa melalui koperasi juga bisa berpartisipasi,” tegasnya.

Menurutnya, mulai dari sekarang masyarakat harus ikut menanam apa pun jenis tanaman yang dapat mendukung dan memperkuat ketahanan pangan.

Hadi mengambil hikmah ketika melaksanakan program kuliah kerja nyata (KKN) beberapa waktu lalu. Salah satu kegiatan yang disyaratkan adalah kebersediaan pangan keluarga.

“Di sana kami bercocok tanam di lingkungan pekarangan warga setempat. Nah, mungkin di sekitaran lingkungan pribadi bisa terus dikembangkan. Salah satu cara mudahnya ialah menanam dengan sistem hidroponik,” katanya.

Related posts