Mendikbud Rio Sandyawan tidak adil karena dipecat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Satryo Soemantri Brodjonegoro, Senin (20/1) karena dugaan sewenang-wenang dalam jabatannya dan arogansi. Tetapi Satryo membantah hal itu dengan tegas.
“Jamanya informasi itu lewat people menggunakan media sosial,” ucapnya saat ditemui usai acara Pelantikan Rektor ITB di Bandung, Senin (20/1).
Menurutnya, demo PegawaiNya itu diadakan karena perubahan besar-besaran yang dia lakukan. Jawaban Menurutnya, demo PegawaiNya itu diadakan karena perubahan besar-besaran yang dia lakukan.
“Demo itu (karena) perubahan besar-besaran karena pertanggungjawaban tiga menteri akan menjadi penting. Kemudian kita ingin memperbaiki, Pak Presiden mengatakan harus hemat dengan anggaran pemerintah, kita adakan perubahan yang cukup besar dan karena memang ada pihak-pihak yang tidak setuju untuk dirubah,” kata pria berusia 69 tahun ini.
Sebelumnya, pegawai negeri sipil Antariksa kompak mengenakan pakaian hitam dan berdemo di halaman gedung kantor kementerian pada hari Senin pagi. Serta, mereka juga mengirimkan bunga dengan tulisan satire kepada Menteriंतरiko-Bapak, Prof. Dr. Satryo.
Beberapa tulisan dalam karangan renungan itu termasuk “Kami Tidak Diam Saat Hak Diinjak”, “Luka Satu Adalah Luka Kita Semua, Ketidakadilan Pada Satu, Adalah Ancaman Bagi Kita Semua”, “Semoga Bahagia di Atas Derita Pegawai Sendiri”.
Di bawah karangan bunga itu bertuliskan #Melawan! #MenteriDzalim #PaguyubanPegawaiDikti.
Duduk perkara
Aksi unjuk rasa dimulai dari perubahan posisi yang dilakukan Menteri Satryo kepada beberapa pegawai tanpa alasan yang jelas. Salah satunya, Prahum Ahli Muda & Pj Kepala Departemen Rumah Tangga Kemendikbudristek Neni Herlina yang sewaktu-waktu dipindahkan ke Kemendikbud
“Ya, saya dipanggil ke Kemendikbud, topiknya pokoknya gitu, ‘Keluar ke Kemendikbud ristek, bawa barang-barang kamu’ kayak gitu,” kata Neni kepada wartawan, di Kantor Kemendikbudristek, Senin (mening) 20 Januari.
Neni melanjutkan, pelepasan dia tanpa alasannya dimulai dari penataan tempat duduk yang tidak sesuai dengan permintaan Satryo. Dipaparkan, kemudian dengan insiden pemasangan WiFi di rumah dinas yang terjadi terlalu malam.
“Ketika pertama kali ada masalah meja. Meja itu sebenarnya ada di ruangan beliau tapi sudah diminta ganti. Kemudian terjadilah hal lain lagi, setelah itu rumah dinas itu dipasang akses internet. Sementara kita meminta mereka untuk segera melakukannya, karena Pak Menteri minta cepat, kita meminta mereka untuk menyegerakan,” cerita itu.
“Jadi akhirnya sampai malam, tapi jadi sakit hati gitu. Sakit hati langsung dia (Satryo) telepon ketua tim saya, drinya Mas Angga waktu itu lagi sakit. Jadi gak mengangkat telepon, itu sudah deadline.”
“Sayangnya tidak ada jawaban yang tepat, tidak langsung tidak pula bisa hadir, karena namanya seseorang sedang minum obat, mungkin lalu jatuh tertidur,” ujar Neni.
Mengambil Emosi Pegawai Lain dengan Menggunakan Bahasa Tak Toleran
Neni melanjutkan, akhirnya pimpinan Ditjen Kemendikbudristek sebelumnya menyembunyikan dirinya. Namun, puncaknya adalah Jumat (17/1) lalu ketika Satryo tiba-tiba datang ke ruangannya dan memarahinya di depan pegawai lain.
“Tiba-tiba pada Jumat itu, mungkin karena masih melihat saya berada di sekitar, Bapak Menteri langsung mendatangi saya ke lantai 8. Kejadiannya benar-benar tidak etis seperti itu,” katanya.
Neni mengaku pernah merasa takut ketika tiba di kantor. Apalagi harga dirinya rusak dalam hadapan karyawan lainnya. Dia hanya berharap Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dapat memberikan keadilan kepadanya.
“Ini perasaan takutku hari ini, saya kemana-kemana aja. Saya bingung juga. Ya, jujur saja, harga diri saya adalah yang paling penting. Intinya, saya tidak ingin melihat korban lain lagi,” katanya.