Harga nikel yang menurun dianggap akan bermanfaat bagi Indonesia. Menurut laporan yang berasal dari Bloomberg, harga nikel spot ditutup pada tingkat US$ 15.180,39 per ton pada Kamis (30 Januari), menurun 0,65% dari tingkat sehari sebelumnya yaitu US$ 15.280,46 per ton.
Harga nikel ini turun 4,44% dari level tertingginya yang dicapai pada Jumat, 17 Januari, di level US$ 15.885,58 per ton. Sejak awal tahun, harga nikel spot turun 0,46%.
Harga nikel turun karena kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai mobil listrik. Kebijakan tersebut mencabut keringanan pajak sebesar US$ 7.500 untuk setiap pembelian mobil listrik.
Meski demikian, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani mengaku tidak terlalu khawatir dengan penurunan harga nikel. Menurutnya, Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya nikel yang besar dan saat ini sedang aktif melakukan hilirisasi, akan memiliki keunggulan untuk diincar pasar.
Bisnis baterai nikel berbasis LFP tiba-tiba menarik karena harga nikel kemarin sangat mahal,” kata Rosan kepada awak media, Jumat (31/1), “Namun, karena harga nikel yang tajam turun, permintaan untuk pembuatan baterai berbasis nikel meningkat sekarang ini.
Menurutnya, harga nikel yang mahal akan membuat komoditas tersebut tidak kompetitif. Selain itu, dengan harga murah, tingkat investasi akan meningkat.
Rosan menambahkan, kendaraan listrik berbasis baterai nikel cenderung lebih baik untuk jarak yang cukup jauh. Bahkan, menurutnya, tren penggunaan baterai nikel di kendaraan listrik terus meningkat di negara-negara lain juga.
“Dengan biaya yang tidak mahal ini, akan ada lebih banyak baterai EV berbasis nikel,” ujarnya.